Kemandirian Itu Penting.
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) mengharapkan masyarakat dapat memberikan masukan yang berarti serta partisipasi aktif seluruh masyarakat dalam upaya mengentaskan daerah-daerah tertinggal sehingga dapat tercapai dan sejajar dengan daerah-daerah lain.
Perlunya pengentaskan daerah tertinggal
ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program Kabinet Indonesia
Bersatu jilid II dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

1. pertama, angka rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen.
2. Kedua, berkurangnya persentase penduduk miskin dari sekitar 14 persen menjadi 8 persen dan
3. ketiga, berkurangnya pengangguran terbuka dari 9 persen menjadi 5 persen.

Dengan jumlah tersebut KPDT menargetkan
dan juga sesuai dengan harapan Bapak Presiden, maka pada akhir tahun
2014 minimal 50 daerah tertinggal dapat terentaskan dari
ketertinggalannya.
Lokus Pembangunan daerah Tertinggal
Suatu daerah dapat dikatakan tertinggal manakala memiliki paling tidak ada 6 kriteria, Yaitu : (a) letak geografis relatif terpencil dan sulit dijangkau;(b) potensi sumber daya alam relatif kecil atau belum dikelola dengan baik;(c) kuantitas sumber daya manusia relatif sedikit dengan kualitas relatif rendah;(d) kondisi infrastruktur sosial ekonomi kurang memadai; (e) kegiatan investasi dan produksi yang rendah; (f) dan beberapa daerah merupakan daerah rawan bencana alam dan rawan konflik, baik secara vertical maupun horizontal.

Saat ini yang menjadi perhatian KPDT ada tiga lokus, yaitu kawasan perbatasan, daerah rawan konflik dan bencana serta kawasan timur Indonesia.
Dengan perhatian tiga lokus itu, bukan
berarti daerah-daerah lain yang masih tertinggal diabaikan, tetapi KPDT
akan memperhatikannya termasuk daerah tertinggal yang ada di pulau jawa.
Arah Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal
Upaya mempercepat pembangunan daerah tertinggal, KPDT telah menetapkan tujuan percepatan pembangunan daerah tertinggal, yaitu:
(i) Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, dengan sasaran untuk menyetarakan tingkat
kesejahteraan rakyat dan perkembangan wilayah antara daerah tertinggal
dan maju.
(ii) Meningkatkan
keberdayaan masyarakat, dengan sasaran untuk mendorong keterlibatan dan
partisipasi aktif masyarakat dalam proses transformasi
sosial-ekonomi-lingkungan di daerah tertinggal dan
(iii) Memperkuat kapasitas kelembagaan sosial-ekonomi dan pemerintahan, dengan
sasaran untuk mendukung upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi,
pemberdayaan masyarakat serta peningkatan kinerja pelayanan publik di
daerah tertinggal.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut diatas, telah ditetapkan 4 pilar strategi, yaitu;
- peningkatan kemandirian masyarakat dan daerah, yang dilakukan melalui kebijakan pengembangan ekonomi lokal, pemberdayaan masyarakat dan penyediaan prasarana dan sarana pedesaan/lokal.
- Pengoptimalisasian pemanfaatan potensi wilayah, yang dilakukan melalui kebijakan penyediaan informasi dan analisis potensi sumber daya alam, pemanfaatan teknologi, peningkatan kegiatan investasi, pemeberdayaan dunia usaha dan UMKM, pengembangan kawasan produksi/pedesaan.
- Penguatan integrasi ekonomi antara daerah tertinggal dan maju, yang dilakukan melalui kebijakan penguatan jaringan ekonomi antar daerah, pembangunan jaringan parasarana antar daerah, dan pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi daerah; dan
- Peningkatan penanganan daerah tertinggal yang memiliki karakteristik khusus keterisolasian dan kerentanan sosial-ekonomi (rawan bencana, pedalaman, pesisir, perbatasan, dan pulau terpencil yang dilakukan melalui kebijakan penyediaan sarana sosial dasar, pemberdayaan komunitas adat terpencil, penyediaan bantuan subsidi pelayanan perintis dan pengembangan wilayah perbatasan.

Untuk melakukan startegi nasional percepatan pembangunan daerah tertinggal, KPDT telah mengembangkan instrument pelaksanaan kebijakan yang meliputi: (i) Penyediaan bantuan pembangunan daerah tertinggal dan khusus; (ii) pembangunan infrastruktur pedesaan bagi pembukaan keterisolasian daerah; (iii) pengembangan kawasan produksi (iv) pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah (v) pengembangan jaringan ekonomi dan prasarana antar wilayah, (vi) pengembangan wilayah perbatasan (termasuk pulau kecil terluar).
Perubahan Paradigma
Untuk mempercepat proses pengentasan
daerah-daerah tertinggal baik di kawasan perbatasan maupun di daerah
konflik, rawan bencana dan kawasan timur Indonesia. Diperlukan perubahan
paradigma dalam mengentaskan daerah tertinggal. Bila sebelumnya
paradigma daerah tertinggal berbasis pada kawasan, maka sekarang paradimagnya berbasis pada desa
(base on village). Dengan paradigma berbasis pada pedesaan ini, maka
sasaran pengentasan daerah tertinggal ini langsung ke jantungnya, yaitu
desa sebagai center komunitas. Melalui paradigma ini maka setiap desa
tertinggal terdapat satu program yang komprehensif.
Pembangunan yang berbasis pedesaan
sangat penting dan perlu untuk memperkuat fondasi perekonomian Negara,
mempercepat pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan
pengembangan antar wilayah. Dengan pembangunan daerah-daerah tertinggal
berbasis pedesaan ini maka akan menjadikan desa sebagai basis perubahan.
Dalam kontes itu maka sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi harus digerakkan ke pedesaan sehingga desa menjadi
tempat yang menarik sebagai tempat tinggal dan mencari penghidupan untuk
itu maka infrastruktur desa seperti irigasi, sarana dan prasarana transportasi, listrik, telepon, sarana Pendidikan, kesehatan dan sarana lain yang dibutuhkan harus disediakan sehingga memungkinkan desa maju dan berkembang.
Dalam rangka itu, maka skala prioritas
yang dilakukan KPDT bagi pembangunan daerah yang berbasis pada
pengembangan pedesaan (rural based development) kebijaksanaan yang
dilakukan antara lain mencakup (1) pengembangan ekonomi lokal (2) Pemberdayaan masyarakat (3) pembangunan sarana dan prasarana; dan (4) pengembangan kelembagaan.
Untuk mewujudkan hal tersebut perlu
adanya model intervensi terhadap proses pembangunan pedesaan dengan
bertumpu pada paradigma pengkotaan pedasaan (rural urbanization) dengan
melakukan pengembangan perkotaan dan pedesaan sebagai kesatuan ekonomi
dan kawasan yang tidak terpisahkan, pengembangan kegiatan pertanian secara modern melalui mekanisme dan industrialisasi dan penerapan standar pelayanan minimum antara desa dan kota.
Tentu saja dalam upaya membangun
desa-desa tersebut, KPDT dalam membangun bertumpu pada potensi sumber
daya alam (SDA) setempat. KPDT akan mengembangan SDA-SDA lokal sesuai
dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah maka akan lahir
atau muncul model-model desa sesuai dengan potensi yang dimiliki, seperti desa kerajinan, desa budi daya peternakan, desa budi daya rumput laut dan lain-lain.
Perlunya memperhatikan potensi SDA lokal
tersebut sesuai dengan Kebijakan Daerah Pembangunan nasional. Dalam UU
no.17 tahun 2007 tentang RPJP nasional 2005-2025 mengenai kebijakan
pengembangan wilayah tertinggal yang menyebutkan bahwa “ pengembangan
wilayah diselenggarakan dengan memperhatikan potensi dan peluang
keunggulan sumber daya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta
memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung
lingkungan”.
Sehubungan dengan itu maka dalam rangka
intervensi pembangunan pedesaan tersebut perlu memperhatikan secara
mendalam tentang “anatomi desa” sehingga tidak kontraproduktif dan
muncul resistensi dari masyarakat desa. Adapun untuk melihat anatomi
desa tersebut, antara lain mencakup struktur demografi
masyarakat, karakteristik sosial-budaya,karakteristik
fisik/geografis,Pola kegiatan usaha, pola keterkaitan ekonomi desa-kota,
sektor kelembagaan desa dan karakteristik kawasan pemukiman.
Singkat kata dalam pembangunan pedesaan harus berlandaskan pada lokal
wisdom dan pembangunan yang berkelanjutan (sustainability).
Sehubungan dengan itu ada beberapa azas yang harus diperhatikan pembangunan pedesaan tersebut, pertama, berorientasi pada masyarakat
(people centered). Masyarakat di daerah tertinggal adalah
pelaku(actors) dari kegiatan yang dilaksanakan sehingga hasil (output)
dan dampaknya (outcome) dapat dirsakan langsung oleh masyarakat
setempat.
Kedua, berwawasan lingkungan
(environmentally sound). Pelaksanaan kegiatan harus berwawasan
lingkungan secara berkelanjutan (sustainability) sehingga perlu
pertimbangan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi,
social dan budaya masyarakat baik untuk jangka pendek, menengah dan
jangka panjang.
Ketiga, sesuai dengan adat dan budaya setempat
(cultural appronate). Pengembangan kegiatan berorientasi pada kondisi
dan kebutuhan masyarakat perlu memperhatikan adat istiadat dan budaya
yang telah berkembang sebagai suatu kearifan tradisional (traditional
wisdom).
Keempat, sesuai kebutuhan masyarakat
(socially accepted), yakni dilakukan berdasarkan kebutuhan daerah dan
masyarakat penerima dan bukan berdasarkan asas pemerataan dimana setiap
daerah berhak atas bantuan pendanaan pemerintah.
Kelima, tidak diskriminatif
(undiscriminative). Pelaksanaan kegiatan di wilayah tertinggal perlu
menerapkan prinsip tidak diskriminatif baik dari segi SARA maupu gender.
Membangun kemandirian masyarakat Nias Barat
Sejak awal era reformasi, dalam upaya
menghapus kebijakan sentralistis, pemerintah menerapkan kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah melalui paket UU no.22 tahun 1999
tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi melalui UU no.32 tahun
2004 dan UU no.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah yang direvisi melalui UU no.32 tahun 2004.
Melalui paket regulasi ini daerah diberi
kewenangan untuk mengelola daerah dan mengambil prakarsa sendiri dalam
rangka untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pelayanan publik.
Dalam konteks itu sebagian besar kewenangan atau urusan pemerintahan
didelegasikan kepada daerah, sementara yang menjadi urusan pusat adalah
terkait dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yudisial, moneter, serta fiskal dan agama.
Selain memberikan kewenangan kepada daerah sebagai bagian dari
desentralisasi politik, pemerintah juga memberikan pendanaan pembangunan
melalui transfer ke daerah sebagai salah satu instrumen pelaksanaan
desentralisasi fiskal, yaitu melalui dana perimbangan.
Dana perimbangan adalah dana yang
bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. dana
perimbangan terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU),
dan dana alokasi khusus (DAK). Dana bagi hasil (DBH) terdiri atas DBH
pajak dan DBH sumber daya alam (SDA), merupakan hak daerah atas
pengelolaan sumber-sumber penerimaan negara yang dihasilkan tiap daerah
dan besarnya memperhitungkan potensi daerah penghasil (by origin). DAU
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
prioritas nasional.
Dalam upaya percepatan pembangunan wilayah tersebut, usaha yang akan dilakukan pemerintah antara lain, pertama, mendorong percepatan pembangunan
dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis
dan cepat tumbuh sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah
tertinggal di sekitar dalam suatu sistem wilayah pembangunan ekonomi
yang sinergis.
Kedua, meningkatkan keberpihakan
pemerintah untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil
sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara
lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan pembangunan dengan
daerah lain.
Ketiga, mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan
dengan merubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini berorientasi
inward looking menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai pintu gerbang aktifitas ekonomi dan perdagangan dengan negara
tetangga.
Keempat, mendorong keterkaitan kegiatan ekonomi
di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di pedesaan secara
sinergis (hasil produksi wilayah pedesaan back wards linkages dari
kegiatan ekonomi di wilayah sekitar, dalam suatu sistem wilayah
pengembangan ekonomi.
Untuk mempercepat pembangunan
daerah-daerah tertinggal sehingga menjadi sejajar dengan daerah-daerah
lain yang sudah maju, hal itu bukan hanya menjadi tugas pemerintah,
tetapi merupakan tugas kolektif bersama. Semua komponen anak bangsa
harus bersama-sama bahu-membahu menjadikan tanah air tercinta ini
betul-betul dapat mensejahterakan rakyat dan bangsa Indonesia. Kita
memiliki modal sosial dan modal politik serta local wisdom yang menjadi
kekuatan rakyat ini untuk mewujudkannya.
Hal ini tidak berarti sedang memprotes
hiruk-pikuk politik yang terlampau jauh dari spektrum sesungguhnya,
tetapi kita perlu fokus pada tujuan semula, yakni bagaimana masyarakat harus diberdayakan dan kemiskinan harus segera dituntaskan.
Pada akhirnya, dengan membangun daerah
tertinggal melalui upaya kemandirian masyarakat tidak dapat ditawar lagi. Berbagai potensi yang ada diharapkan dapat dikelola secara optimal untuk mensejahterakan masyarakat sekaligus dapat mempercepat kemandirian masyarakat.
Pembangunan SDM mempunyai arti penting dalam era global, sehingga pengembangan SDM perlu diarahkan untuk meningkatkan daya saing.
Konsekwensi inilah yang menjadikan kabupaten pemekaran dihadapkan pada kebutuhan yang mendesak diberbagai bidang misalnya sarana prasarana yang belum memadai, lembaga-lembaga pendukung, serta sumber daya
baik SDM maupun SDAnya. Melalui partisipasi dan peran seluruh
masyarakat untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan, diharapkan
mempercepat pelaksanaan pembangunan sehingga kemandirian masyarakat
dapat tercapai.
Dengan usaha-usaha yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh KPDT sebagaimana telah dipaparkan, diharapkan akan dapat mencetak SDM yang handal dan melahirkan pusat-pusat pertumbuhan di desa.
Dengan berkembangnya desa menjadi desa maju, pada gilirannya akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi angka kemiskinan,
serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan sekaligus mengurangi angka
pengangguran. Kedepan diharapkan dapat mengurangi disparitas antara satu
daerah dengan daerah lainnya sehingga tujuan dalam rangka “MEMBANGUN
KEMANDIRIAN MASYARAKAT” akan segera terwujud. Untuk
mewujudkan hal tersebut, peran dan keterlibatan dari berbagai
stakeholders dan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat sangat
diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar